ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI KECANTIKAN PADA IKLAN PANTENE TOTAL DAMAGE CARE 10 VERSI RALINE SHAH DI MEDIA TELEVISI

PENDAHULUAN
 
 Gaya hidup masyarakat yang moderen saat ini tidak lepas dari media massa yang sifatnya mengikuti perkembangan yang ada. Media massa menjadi fenomena sendiri dalam proses komunikasi, hal ini dikarenakan media massa menjadi alat/media penyampaian pesan kepada khalayak luas. Media massa hampir digunakan oleh semua orang dan di berbagai tempat sebagai sarana untuk menyampaikan pesan dan memperoleh informasi. Tanpa adanya media massa kita tidak akan mengetahui berbagai perkembangan yang terjadi di dunia. Salah satu media massa yang paling banyak digunakan saat ini adalah televisi. Hampir semua orang menggunakan televisi sebagai media untuk memperoleh informasi. Dengan menggunakan televisi masyarakat tidak perlu lagi membaca atau mendengar berita yang disampaikan, namun dapat langsung menyaksikan komunikator tersebut. Jangkauan televisi yang luas dapat ditempuh dalam waktu bersamaan secara serentak, pesan dan informasi yang disampaikan melalui televisi mampu menjangkau khalayak sasarannya. Televisi mengandung unsur suara, gambar, dan gerak, karena itu pesan yang disampaikan dapat menarik perhatian masyarakat. Dari berbagai macam program siaran yang ditampilkan televisi, iklan merupakan salah satu siaran yang cukup banyak dilihat audiens. Iklan merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan manusia. Kita dapat menjumpai iklan dimanapun dan kapanpun karena iklan ada dimana-mana. Periklanan (advertising) adalah suatu proses komunikasi massa yang melibatkan sponsor tertentu, yakni si pemasang iklan (pengiklan) yang membayar jasa sebuah media massa atas penyiaran iklannya, misalnya melalui program siaran televisi

 Iklan adalah salah satu bentuk tayangan yang digunakan sebagai sarana promosi untuk mempengaruhi khalayak penonton. Pihak pengusaha memanfaatkan iklan di media massa untuk mempromosikan produknya sehingga khalayak tertarik untuk membeli dan menggunakan produk tersebut. Dengan segala bentuk kreativitasnya, iklan dibuat semenarik mungkin untuk menciptakan image yang baik, bukan hanya produk melainkan juga perusahaannya. Selain itu iklan juga bertujuan untuk menciptakan suatu merek yang berbeda dari jenis produk yang sama. Penggunaan sosok perempuan dalam iklan bertujuan untuk menjadi daya tarik bagi penonton. Menurut penggunaan perempuan dalam iklan adalah agar iklan mampu menjual. Perempuan dipercaya mampu meningkatkan penjualan produk. Bila target market nya perempuan kehadirannya merupakan wajah aktualisasi yang mewakili jati diri/eksistensinya. Penggunaan figur perempuan tidak terlepas dari ideologi gender yang menganggap perempuan memiliki sifat feminin. Menurut dijelaskan bahwa jenis kelamin (sex) merupakan pensifatan atau pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis dan melekat pada kelamin tertentu secara permanen yang mengambil bentuk laki-laki dan perempuan, maka gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, mengambil bentuk feminin dan maskulin. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa . Iklan juga tampak dalam mengkonstruksi kecantikan wanita saat ini, sehingga standar mengenai suatu kecantikan telah menjadi persepsi dan budaya bagi hampir semua wanita, meskipun standar kecantikan di tiap daerah berbeda. Menurut Wolf (2004:3) para perempuan, baik yang berkulit putih, berkulit hitam, maupun sawo matang, perempuan yang tampak sebagai para model fashion menyatakan mereka tahu sejak awal mereka dapat berpikir secara sadar bahwa sosok yang ideal adalah sosok yang kurus, tinggi, putih, dan berambut pirang dengan wajah yang mulus tanpa noda, simetri, dan tanpa cacat sedikitpun. Kalau kulit putih dan rambut lurus adalah citra cantik menurut industri kosmetik Asia, maka di Barat cantik identik dengan kulit berwarna kecoklatan terbakar matahari serta rambut pirang. Pada akhirnya terdapat kesamaan mitos bahwa kecantikan dan keindahan adalah stereotipe kaum perempuan. Fenomena munculnya figur perempuan cantik sebagai model dalam iklan sudah cukup marak. Mulai dari produk perawatan tubuh, kosmetik, bahkan keperluan rumah tangga juga menampilkan sosok wanita cantik. Iklan yang ada di televisi menggambarkan wanita sebagai pusat perhatian, dengan pakaian yang modis, wajah dengan balutan make-up, dan tubuh yang langsing. Munculnya figur perempuan cantik di televisi ternyata sejalan dengan meningkatnya konsumsi produk perawatan dan kosmetik untuk wanita. Melalui media yang menggambarkan kecantikan wanita yang memiliki tubuh langsing, wajah bersih, dan rambut yang sehat ternyata mempengaruhi konsumsi masyarakat terhadap produk perawatan tubuh, terbukti dengan maraknya bermunculan berbagai produk keperluan untuk wanita dengan berbagai merek. Wanita identik dengan kecantikan. Dimana hal tersebut sangat efektif dalam upaya merebut perhatian khalayak sasarannya, karena itulah penggunaan figur perempuan lebih banyak dipilih untuk ditampilkan dalam iklan. Pada dasarnya wanita memiliki bagian-bagian tubuh yang mempesona, dimana keseluruhan bagian tubuh tersebut sering dijadikan objek iklan.

   Rambut memiliki peran penting dalam penampilan karena rambut merupakan mahkota bagi perempuan. Rambut dapat mengubah penampilan dalam seketika. Rambut yang baik dapat membuat wanita menjadi lebih percaya diri. Contoh iklan televisi yang menggunakan rambut sebagai objeknya dalah iklan shampo. Tampilan iklan dalam sebuah produk shampo biasanya menggunakan wanita yang memiliki rambut panjang dan hitam. Model-model tersebut adalah contoh manusia hasil penggunaan produk tersebut. Tanpa disadari konsumen telah disajikan sebuah konsep rambut cantik yang telah diatur oleh pengiklan. Rambut cantik menurut konsumen adalah rambut yang panjang, hitam, tidak rontok, dan tidak bercabang. Munculnya model iklan shampo yang menampilkan rambut sehat dan panjang telah mengkonstruksi pandangan khalayak khususnya wanita tentang stereotipe rambut yang ideal. Seolah-olah mereka yang tidak memiliki kriteria rambut tersebut tidak dikatakan cantik. Pencitraan rambut sehat yang ditampilkan dalam iklan shampo tersebut menimbulkan keresahan bagi wanita, sehingga banyak wanita yang rela melakukan cara apapun agar membuat rambutnya tampak lurus dan panjang. Perempuan berambut keriting bahkan rela mengelurakan biaya puluhan bahkan ratusan ribu dan bersusah payah mengunjungi salon-salon kecantikan untuk meluruskan rambutnya, yang disebut rebonding Hal ini dikarenakan hasil konstruksi budaya yang dibentuk oleh media melalui iklan yang menekankan kecantikan ialah rambut yang panjang, hitam, lurus, dan tidak bercabang.

Rumusan masalah
 
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana representasi kecantikan pada iklan televisi Pantene Total Damage Care 10 versi Raline Shah”

Tujuan penelitian

 Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui, mendiskripsikan, dan menganalisis secara keseluruhan mengenai kecantikan dalam iklan Pantene Total Damage Care 10 versi Raline Shah sebagai model iklannya dan mengidentifikasi tanda-tanda kecantikan melalui ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam iklan dengan model semiotik Charles S. Pierce.

Manfaat penelitian

 Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

 
1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan studi ilmu komunikasi mengenai analisa iklan khususnya bidang kajian media tentang gambaran kecantikan dalam iklan melalui analisis semiotika.
 2. Manfaat Praktis Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menerima iklan, memberi penghetahuan baru dalam hal kecantikan dari apa yang di konstruksi media.

KERANGKA DASAR TEORI

Teori semiotika Semiotika Charles S. Pierce Eco, 1979 (dalam Sobur, 2012:95) menjelaskan bahwa secara etimologis, semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objekobjek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda. Semiotik diartikan sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut Peirce, semiotika berangkat dari tiga elemen utama yang disebut segitiga makna (triangle theory). Teori segitiga makna ini terdiri dari sign (tanda), object (objek), interpretant (interpretan).

Teori A-T-R

 Menurut Liliweri (dalam Sumartono, 2001:54) setiap iklan harus ditata sedemikian rupa sehingga isinya dapat membangkitkan dan menggugah kesadaran khalayak bahwa suatu produk yang diperlukan selama ini ternyata disediakan oleh orang lain. Untuk mendapatkan kelompok orang yang menggunakan produk secara tetap harus menggunakan teknik penyampaian pesan yang disebut A-T-R (Awarness, Trial, Reinforcement). Teori A-T-R mengajarkan bahwa khalayak itu dapat dipengaruhi oleh iklan, hasilnya kita akan mendapatkan sekelompok orang yang relatif tetap memakai produk-produk hasil iklan itu. Rangkaian iklan A-T-R diawali dengan usaha pertama menggugah kesadaran khalayak bahwa produk yang diinginkan itu ada di sekelilingnya. Harapan kedua ialah setelah menggugah kesadaran setiap iklan harus kuat mempengaruhi khalayaknya terutama segi konatifnya sehingga khalayaknya langsung mencoba (Trial) produk yang diinginkan. Harapan ketiga adalah proses peneguhan (Reinforcement). Iklan yang ditampilkan harus mempunyai kekuatan peneguh sikap tertentu (tentu sikap positif terhadap produk).

Definisi Semiotika

Sobur (2013:15) mendefinisikan semiotika sebagai suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Sedangkan menurut Hoed, semiotik adalah ilmu yang mengkaji tentang tanda, artinya semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna (Hoed, 2014:15). Lebih rinci, semiotika menurut Charles S. Pierce adalah studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Van Zoest dalam Vera, 2014:2). Semiotika sering diartikan sebagai ilmu signifikansi, dipelopori oleh dua orang, yaitu ahli linguistik Swiss, Ferdinand De Saussre (1857-1913) dan seorang filosof pragmatisme Amerika, yaitu Charles Sanders Pierce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Pierce filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology), sedangkan Pierce menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika (semiotics) (Vera, 2014:3).

Model Analisis Semiotik Charles S. Pierce

Teori dari Pierce seringkali disebut sebagai grand theory dalam semiotika. Hal ini dikarenakan gagasan Pierce bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Sebuah tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas (Wibowo, 2013:17). 
Simbol atau lambang merupakan salah satu kategori tanda (sign). Dalam wawasan Peirce, tanda (sign) terdiri atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Hubungan butir-butir tersebut oleh Peirce digambarkan sebagai berikut:

 1.
Ikon adalah merupakan tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya atau suatu tanda yang 
     menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya.
 2. Indeks adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya.
 3. Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku
    umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatifdeskriptif. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari sesuatu yang diamati. Dalam pendekatan deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, bukan angka-angka. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui tentang analisis kecantikan dalam iklan Pantene Total Damage Care 10 versi Raline Shah secara lebih mendalam. Data yang digunakan dalam penelitian ini bukan merupakan data statistik melainkan data yang bersifat
deskriptif, dengan katakata, bukan angka. Karena menggunakan metode semiotik maka peneliti
mengedepankan interpretasi dan analisis bersifat kualitatif, serta tidak lepas dari sifat penelitian yang bersifat interpretatif. Metode semiotika pada dasaranya bersifat kualitatif-interpretatif (interpretation), yaitu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut (Piliang,2011:313).

Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian dari representasi Kecantikan dalam Iklan Pantene Total Damage Care 10 versi Raline Shah di Televisi adalah: Menganalisis tanda-tanda yang digunakan dalam iklan Pantene Total Damage Care versi Raline Shah yang sesuai dengan konsep Peirce diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Ikon, yaitu tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. 2. Indeks, yaitu tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. 3. Simbol, yaitu jenis tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.

PENUTUP

Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dengan pendekatan semiotika, maka dapat disimpulkan bahwa Representasi kecantikan dalam iklan Pantene Total Damage Care 10 versi Raline Shah, dapat dilihat pada tanda ikon, indeks, dan simbol berikut ini:

1. Ikon Kecantikan direpresentasikan melalui sosok ikon Raline Shah, dimana Raline dianggap mewaliki standar wanita cantik. Hal ini dikarenakan Raline memiliki rambut yang sehat, panjang, dan hitam sesuai dengan jenis rambut masyarakat di Indonesia. Warna pada kemasan produk juga berperan dalam membentuk stereotipe wanita feminin, dimana putih mendominasi warna kemasan produk. Putih yang memiliki makna segar, bersih dan suci disasosiasikan sebagai warna untuk wanita. Pengambilan gambar juga turut memperkuat kesan cantik dengan menampilkan gambar yang fokus pada bagian rambut sehat dan panjang, hal tersebut dapat semakin meneguhkan ciri wanita cantik.

 2. Indeks Representasi kecantikan ditunjukkan melalui indeks berupa kondisi rambut. Rambut yang sehat tentunya adalah rambut yang tidak bercabang, kasar dan kusam. Dalam iklan diperlihatkan kondisi rambut rusak bercabang dimana rambut seperti itu tidak sehat dan tidak indah. Untuk itu dilakukan uji coba rambut yang memperlihatkan bahwa rambut yang sehat adalah rambut yang lolos tes jarum. Hal ini semakin diperkuat dengan upaya untuk memperbaiki kondisi rambut menggunakan produk Pantene, bahwa rambut yang bercabang akan kembali lurus.

3.
Simbol Kecantikan direpresentasikan melalui simbol berupa suara narator dengan intonasi yang jelas namun lembut, hal ini merupakan salah satu stereotipe dimana wanita identik dengan kelembutan. Musik dan teks yang digunakan juga menjadi penguat dalam merepresentasikan kecantikan

Komentar

Postingan populer dari blog ini